Hukum Suami Bohongi Istri
Suami harus merenungi bahwa perempuan tercipta dari tulang rusuk laki-laki
Seorang perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok, dan berada di dekat hati. Pernyataaan ini memang terdengar konyol dan tak logis, tetapi hal tersebut memang benar adanya.
Jadi, perempuan diciptakan untuk dicintai, buka untuk disakiti. Bentakan dan perlakuan kasar merupakan hal yang bisa menyakiti hati istri, hal ini dapat menjadi penyebab munculnya perceraian dalam rumah tangga.
Berdasarkan hadis dari HR. Muslim bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk, ia tidak bisa lurus untukmu di atas satu jalan. Bila engkau ingin bernikmat-nikmat dengannya maka engkau bisa bernikmat-nikmat dengannya namun padanya ada kebengkokan. Jika engkau memaksa untuk meluruskannya, engkau akan memecahkannya. Dan pecahnya adalah talaknya,” (HR. Muslim).
Hukum Suami Berbohong pada Istri dalam Islam
1. Allah SWT sudah mengingatkan orang beriman untuk tidak berbohong. Dalam konteks kali ini, berbohong tidak dianjurkan sama sekali.
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.
Surah At-Taubah Ayat 119.
2. Bohong bisa sebabkan dampak buruk
Berbohong menjadi suatu perbuatan yang dilarang dalam Islam. Hal ini karena ada berbagai dampak negatif yang bisa ditimbulkan dari berbohong.
Dampak tersebut tidak hanya dirasakan oleh yang berbohong saja, tetapi juga orang lain yang dibohongi. Jadi, suami tidak seharusnya berbohong pada istri atau akan berbuah hal tidak baik kelak.
Lagipula, orang yang berbohong, mereka hidupnya tidak tenang karena menyimpan kebenaran. Sedangkan, orang yang dibohongi pastinya akan merasa sangat kecewa jika mengetahui bahwa ada yang disembunyikan di belakangnya.
Buntut dari kebohongan bakal menjadikan seseorang memiliki sikap saling membenci dengan orang lain. Sehingga rasa peduli, saling tolong-menolong, dan kebersamaan yang selama ini dijalin pun akan hilang begitu saja.
Oleh karena itu, Islam melarang perbuatan berbohong. Begitupun dengan maksud dari Surah Al Isra ayat 36 yang menjelaskan soal menyembunyikan kebenaran.
Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.
Surah Al Isra Ayat 36.
3. Bohong boleh dengan alasan logis
Ternyata berbohong tidak selamanya dilarang dalam Islam. Beberapa kondisi tertentu, Islam membolehkan manusia untuk berbohong. Hal tersebut dijelaskan dalam suatu riwayat dari Al Imam Muslim berikut ini:
Artinya: "Dan aku (Ummu Kultsum) tidak mendengar bahwa beliau memberikan rukhsoh (keringanan) dari dusta yang dikatakan oleh manusia kecuali dalam perang, mendamaikan antara manusia, pembicaraan seorang suami pada istrinya dan pembicaraan istri pada suaminya.
4. Berbohong dalam keadaan bahaya
Dalam menjalani kehidupan ini kita tidak tahu bahwa di masa depan akan menemui hal yang membahayakan. Dalam upaya melindungi diri sendiri, maka berbohong ini diperbolehkan agar kita bisa selamat.
Misalnya saja dalam kondisi peperangan. Ketika kita berkata jujur dan hal tersebut justru merugikan, maka berbohong bisa menjadi jalan terbaik sebagai upaya menyelamatkan diri dan orang lain.
5. Mendamaikan saudara
Ketika ada dua saudara yang sedang berkonflik dan kita menginginkan keduanya berdamai dengan cara berbohong, maka hal ini diperbolehkan. Karena jika dipertimbangkan kembali dan memutuskan untuk berkata jujur justru membuat masalah semakin besar, maka hal tersebut sebaiknya dihindari.
Dalam hal ini tujuannya baik. Dengan cara berbohong, maka bisa jadi menciptakan perdamaian tanpa harus mengobarkan konflik yang lebih besar lagi.
6. Berbohong untuk menyenangkan istri
Bohong yang diperbolehkan selanjutnya adalah untuk menyenangkan istri. Misalnya saja dengan mengatakan bahwa makanan yang dimasak oleh istri enak, padahal makanan tersebut terlalu asin.
Dalam hal ini sang suami bertujuan untuk membuat istrinya senang. Dengan begitu, sang istri jadi tidak merasa bersalah dengan apa yang sudah diperbuatnya.
Dalam keadaan tertentu yang membuat bohong bisa untuk ditoleransi, bahkan hukumnya adalah wajib. Salah satunya dalam konteks suami-istri.
Contoh saat suami mengucapkan suatu hal yang tidak dimiliki oleh istrinya demi menyenangkan hati, maka hal tersebut diperbolehkan. Jadi, hukum suami berbohong pada istri dalam Islam ini tidaklah dilarang asal tujuannya adalah untuk menghibur hati sang istri agar tidak merasa sedih atau murung.
Ada hadis yang diriwayatkan oleh Atha bin Yasar sebagai berikut:
"Ada seseorang yang datang menemui Nabi saw dan berkata, Wahai Rasulullah, apakah aku berdosa jika aku berdusta kepada istriku?
Nabi SAW pun menjawab: Tidak boleh, karena Allah taala tidak menyukai dusta.
Lalu orang itu pun bertanya lagi: Wahai Rasulullah, (dusta yang aku ucapkan itu karena) aku ingin berdamai dengan istriku dan aku ingin senangkan hatinya.
Kemudian Nabi saw menjawab: Tidak ada dosa atasmu.
HR. Al-Humaidi dalam Musnad no. 329. Hadis ini dinilai shahih oleh Al-Albani dalam silsilah Ash-Shahihah no. 498.
Melalui hadits tersebut bisa diketahui bahwa hukum suami berbohong pada istri dalam Islam diperbolehkan dengan syarat tujuannya adalah untuk menyenangkan istri. Tidak semata-mata berbohong untuk menutupi kebohongan.
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Dalam hubungan suami istri, tentunya perjalanan pernikahan tidak akan selamanya berjalan mulus sesuai yang diharapkan. Sewaktu-waktu akan ada hambatan, seperti konflik kecil yang bisa menyebabkan terjadinya pertengkaran.
Tak jarang, kata-kata yang menghina pun sering terlontarkan ketika sedang bertengkar. Baik itu terjadi pada suami ke istri, bahkan justru sebaliknya.
Padahal, seharusnya saat sedang ada konflik tidak disarankan untuk saling menghina satu sama lain. Ini berguna agar tetap menjaga keharmonisan rumah tangga. Tak hanya itu, dalam ajaran agama Islam pun seorang suami dilarang menghina istrinya, begitu sebaliknya.
Berikut Popmama.com telah merangkum dari berbagai sumber mengenai hukum dalam Islam jika seorang suami menghina istrinya.
Yuk, disimak agar situasi tersebut tidak terjadi di keluarga!
Bertentangan dengan pesan Rasullah SAW
Sebagai umat Muslim, kita dianjurkan untuk mengikuti teladan Rasulullah SAW dalam memperlakukan istrinya. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah SAW pernah bersabda:
Sebaik-baik kalian, (adalah) yang terbaik bagi istrinya dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap istriku," (HR.Tirmidzi).
Nabi Muhammad SAW juga melarang pasangan untuk saling membenci, karena hal tesebut masuk dalam salah satu karakter yang buruk. Apabila istri memiliki sifat yang tak baik, maka ia mungkin memiliki banyak sifat lain yang baik sebagai alasannya.
Hadis ini juga memerintahkan suami untuk berperilaku sabar atas kerasnya sifat istri, ataupun sebaliknya.
Dalil yang memerintahkan suami harus berbuat baik terhadap istrinya
Agar suami tetap berada di jalan Allah SWT untuk menjadi imam yang baik terhadap istri dan keluarganya. Berikut disebutkan dalam beberapa hadis dan ayat Alquran mengenai anjuran seorang suami berbuat baik kepada istrinya.
Berikut beberapa hal yang bisa dipegang teguh dalam membangun sebuah hubungan rumah tangga, yakni:
Barang siapa menggembirakan hati istrinya, maka seakan-akan ia menangis takut kepada Allah. Barang siapa menangis karena takut kepada Allah, maka Allah mengharamkan tubuhnya masuk neraka. Sesungguhnya ketika suami istri saling memperhatikan, maka Allah akan memperhatikan mereka berdua dengan penuh rahmat. Saat suami memegang telapak tangan istri, maka bergugurlah dosa-dosa suami istri itu lewat sela-sela jari mereka. - (Diriwayatkan dari Maisarah bin Ali)
Orang-orang yang menyakiti mu’min laki-laki dan mu’min perempuan tanpa perbuatan yang mereka lakukan, Maka sesungguhnya mereka telah menanggung kebohongan dan dosa yang nyata. - (QS. Al-Ahzab:84)
Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. - (QS. Ali Imran:159)
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suami-nya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz[1] , hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar. - (QS. An-Nisaa’: 34)
Nah, itu dia hukum serta dalil yang diperintahkan oleh Allah SWT agar suami berperilaku baik dan tidak menghina istrinya.
Semoga informasi di atas bermanfaat dan bisa dijadikan pembelajaran untuk tetap menjaga keharmoniskan hubungan rumah tangga.
Larangan menghina siapa saja, termasuk pasangan
Islam selalu mengajarkan hal-hal baik kepada umatnya termasuk untuk tidak bersikap saling menghina. Kita juga dianjurkan bersikap dan bertutur kata yang baik. Kalaupun tidak sanggup melakukannya maka diam akan lebih baik. Seperti sabda Rasulullah yang tertera dalam hadits berikut:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
“Tidak boleh seorang mukmin menjelekkan seorang mukminah. Jika ia membenci satu akhlak darinya maka ia ridha darinya (dari sisi) yang lain.” (HR. Muslim)
Islam sangat memuliakan perempuan dan istri dalam rumah tangga
Dalam Islam perempuan adalah sosok yang sangat istimewa, mereka adalah kaum yang begitu tegar dalam menjalani kehidupan. Namun di sisi lain, perempuan juga bisa berubah menjadi sosok yang rentan dan rapuh, apabila ada yang menyakitinya.
Hal ini diterangkan dalam hadis dari HR. At-Tirmidzi yang menyampaikan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku. (HR. At-Tirmidzi).
Tak hanya itu, Ustadz Dr. Syafiq Riza Basamalah, M.A dalam kajiannya menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW, selalu memperlakukan istrinya dengan sangat baik.
“Nabi Muhammad SAW ketika ribut dengan istrinya, beliau tidak pernah merendahkan Aisyah. Bahkan, beliau meminta maaf padanya. Untuk itu, kalau nabi seperti itu, maka ketika suami melihat kesalahannya istri, lihatlah ia sebagai perempuan yang banyak kekurangan, maka sempurnakan dirinya,” Jelasnya.
HR. Muslim dari Abdullah bin Amr juga menyebutkan bahwa:
Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri yang saliha," (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr).
Jadi, berdasarkan ajaran agama Islam dan kisah Nabi, sudah banyak bukti nyata bahwasanya perempuan layak untuk dihargai dan dimuliakan. Suami yang baik dan berpandangan luas, tentu tak akan merendahkan istri dengan membentaknya secara umum atau pribadi.
Doa seorang istri sangat mustajab
Selain doa orangtua pada anak dan sebaliknya, salah satu doa yang mustajabah adalah doa seorang istri untuk suaminya. Mengetahui hal tersebut, janganlah coba-coba menyakiti fisik maupun batin istrimu apabila suami ingin didoakan yang terbaik.
Bahkan, istri juga ikut andil dalam mempercepat kesuksesan, kebahagiaan, dan rezeki yang melimpah bagia suami melalui doa yang dipanjatkan.
Menyakiti hati istri berarti menyakiti anak
Pada dasarnya, perempuan adalah makluk Allah SWT yang kuat, ia mampu berbuat apa saja serta menahan derita apapun demi kebaikan suami dan keluarganya. Namun, jika seorang suami mulai membentak istri, maka runtuhlah kekuatannya.
Tak hanya menyakiti perasaan dan melukai hatinya, tapi suami juga meremukan jiwa dan raganya tanpa disadari. Di dalam Al-quran, tepatnya pada QS. An-Nisa Ayat 19, menjelaskan mengenai hukum suami yang menyakiti istri, sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak," (QS. An-Nisa Ayat 19).
Istri yang mengalami hal ini tentu akan berdampak langsung pada sang anak. Apalagi, jika suami melakukannya di depan buah hati.
Logisnya, apabila istri yang sakit baik pada fisik dan batinnya, ia tidak akan maksimal mengurus rumah tangganya. Istri bisa saja lalai mengurus sang anak, terlebih jika anak menyadari perubahan yang terjadi pada mamanya.
Anak mungkin saja akan membenci sosok papa yang bersikap kasar, dengan membentak sosok yang melahirkannya.
Maka dari itu, seorang suami yang selalu membentak istri, tidak termasuk dalam orang yang berkeyakinan Islam. Namun, mereka adala orang yang masih menganut sisa dari keyakinan jahiliyah dan pembodohan dalam pikiranya.
Jasa istri tidak bisa terhitung dengan apapun
Istri memiliki peran yang sangat besar dalam keberlangsungan hidup rumah tangga. Meskipun terkadang hal ini sering dianggap sepele, seluruh kerja keras serta pengorbanan istri tak bisa dinilai dengan apapun itu.
Mulai dari mengandung, melahirkan, menyusui, hingga merawat buah hati hingga dewasa merupakan tanggung jawab seorang istri. Di tengah kewajibannya tersebut, istri juga harus mengurus segala kebutuhan suami, dan menjadikan rumah sebagai tempat yang nyaman untuk keluarga.
Perasaan perempuan yang sangat lembut dan penuh kasih sayang, pasti akan terasa pedih apabila diperlakukan kasar oleh suaminya. Hal yang mungkin saja terjadi jika suami sering membentak istri yaitu, berubahnya sikap menjadi dendam, penuh benci, dan hilang perasaan cinta yang tulus.
Maka, janganlah sesekali berlaku kasar terhadap istri, dan pikirkanlah berulang kali ketika berbicara apabila suami tidak ingin mendapatkan risiko itu semua.
Haram hukumnya apabila tujuan suami membentak untuk kekerasan
Sebagai kepala rumah tangga, suami memiliki kedudukan yang lebih tinggi, lalu hak, dan tanggung jawab atas istrinya. Ia harus bisa membawa keluarganya ke jalan yang diridai oleh Allah SWT.
Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa suami boleh semena-mena kepada istri. Salah satunya dengan membentak, perlu dipahami bahwa istri adalah manusia yang tak pernah bisa luput dari kesalahan.
Bagaimana pun di dunia ini tidak ada yang sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Maka dari itu, suami yang berani membentak istri dengan tujuan untuk menyakiti hatinya, yaitu haram. Allah SWT melarang keras para umatnya berperilaku kasar dan keras kepada sesama, terlebih dengan tujuan yang buruk.
Islam juga menganggap bahwa bentakan dengan niat buruk adalah perbuatan yang zalim. Apabila suami melakukan hal ini pada sang istri, maka dia telah melakukan dosa yang amat besar, dan tubuhnya tidak lagi diharamkan dari api neraka.
Seyogyanya sebagai kepala keluarga, suami harus bisa bersikap bijaksana. Namun apabila tujuan dari bentakannya sebagai peringatan atau bentuk didikan suami kepada istri, hal tersebut diperbolehkan asal seusai pada prinsip syariat Islam.
Suami harus memiliki batasan ketika ingin menyadarkan istrinya, apabila ia berbuat salah. Allah SWT menunjukkan jalan penyelasaian konflik keluarga dalam QS. An-Nisa Ayat 34, yang berbunyi:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)[290]. wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[291], Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar,” (QS. An-Nisa Ayat 34).
Otoritas suami yang terdapat dalam ayat tersebut, perlu dipahami sebagai bentuk pendidikan, bukan untuk kekerasan. Akan ada kalanya cara membentak diperlukan, apabila sang istri melakukan hal yang sudah di luar batas.
Dalam menerapkan cara tersebut, suami harus memperhatikan hukumnya, agar mengetahui batasan dalam bermuammalah dengan istri. Mendidik istri dengan cara ini tidak dikategorikan sebagai kekerasan dalam rumah tangga.